Memotivasi Anak Bagian 10 : Dari Dapur Sampai Ruang Tamu

x
0


Dana memasuki dapur. Dana melihat mamanya sedang mencuci piring dengan telanjang. Dana merasakan tubuhnya seperti dijalari perasaan hangat. Sudah sering Dana melihat mama telanjang, tapi kali ini beda. Dana melihat mama dengan peraasaan yang lain. Dengan penuh cinta.

Dana kemudian berpikir tentang pelayan dan malam penuh percakapan telepon. Dana benar - benar ingin mengenal Sendi lebih jauh lagi. Tapi kenyataan ini tak menghilangkan perasaan cinta kepada mamanya. Dana memang cinta mama, tapi Sendi, Sendi merupakan hal lain.

Dana mulai membayangkan seandainya Sendi melalukan semua yang mama lakukan. Tapi pertama - tama Dana ingin kenal dahulu.

Dana kembali memperhatikan mama. Mama bahkan bersenandung. Dana sungguh beruntung pagi ini, bahkan mama tak minta apa - apa setelah itu. Tapi Dana merasa berutang nikmat, dan ingin membalasnya. Pelan - pelan Dana mendekati mama dari belakang, lalu langsung memegang susunya.

“Aw..” Diana terkejut hingga membuat piring yang dipegangnya terjatuh.

Tangan Dana mengelus susu mama. Jemarinya pun tak lupa memainkan pentilnya. “Mmm.. Geli nak…” Kata Diana sambil memutar kepalanya lalu mencium leher anaknya. Dana lalu mengangkat tangan untuk meraih dan mengelus rambut anaknya.

Lembutnya sentuhan anaknya membuat Diana tak tahan untuk menggigit kecil leher anaknya sambil mengerang. Diana mulai menggesekkan pantatnya yang menempel pada kontol anaknya. Akhirnya Diana melepas tangan anaknya lalu berbalik menghadapnya. Diana menatap mata anaknya.

“Oh… Sudah sangat lama mama menanti. Kamu udah bikin mama kayak gini.”

Dana menyeringai. “Duduk mah di meja.”

Diana lalu duduk di meja. Dana berada diantara dua kaki mama yang terjuntai. Dana meraih kepala mama lalu menciumnya sambil meremas rambut mama. Tangan Diana pun meremas rambut anaknya. Elusan tangan Dana bermain di susu mama, lalu beranjak turun ke perutnya. Diana mengerang di sela - sela ciumannya.

“Oh.. Oh…” Nafas mama mengenai bibir Dana. Ciumanya makin liar. Tubuh merespon kenikmatan yang ia terima. Tubuh Diana bergetar saat jari anaknya mencoba memasuki memeknya. Dana merasakan kaki dan tubuh mama bergerak seirama gerakan jari di memek mama. Dana menambah satu jari lagi, hingga kini dua jari sedang bermain di memek mama.

“Aaaahhhh,” teriakan Diana teredam oleh mulut anaknya. Diana mengangkat tubuh hingga membuat Dana jatuh. Keduanya lalu terduduk di lantai, Diana gemetar. Kepalanya kini disandarkan di bahu anaknya.

“Dimana kamu belajar itu nak?” Diana mencium bahu anaknya.

“Dari imaji nasi dong mah.”

“Cewek yang nanti kamu ajak tidur pasti gak kan biarin kamu lepas. Makasih nak.” Diana menoleh menatap anaknya.

“Mama berhak menerimanya kok.” Dana kembali menggerakan tangan membelai punggung mama. “Gimana rasanya mah setelah bertahun - tahun?”

“Kayak disurga. Mama gak mau pindah lagi.”

Dana memeluk mama erat, “Dana gakkan kemana - mana mah.”

Diana kembali menjilati leher anaknya, “Mama sangat mencintaimu.”

Ibu dan anak itu tetap pada posisi untuk waktu yang cukup lama. Setelah itu, keduanya tertawa, merasa canggung lalu berdiri.

Telepon tiba - tiba berbunyi. Diana menyadari mata anaknya menyipit, “Semalam kamu ngomong sesuatu tentang cewek ya?” Kata Diana sambil melihat anaknya yang berlari menuju telepon.

Dana lari lalu mengangkat telepon, “Iya bu, mama gak apa - apa kok. Mah, telepon dari bu Dewi.”

Diana menatap anaknya kecewa, “Jangan kabur dulu. Mama mau dengar ceritamu.” Lalu mengambil telepon dari anaknya. “Halo… Gw normal kok. Udah gak ngefek lagi… Gak, gw gak marah… cuma kecewa… Gw jadi males liat dia… Dana… Ya dia luar biasa… Apa, lu liat? Hehehe… Gw kasih tau, perjanjian gw sama anak gw udah tamat.

Gw udah yakin ama anak gw, jadi gak perlu aturan lagi. Lagian tadi gw dibikin lemes ama dia. Apa? Gak, pake jari doang. Lu mesti liat wajah dia sekarang. Apa, lu juga mau? Ah gak percaya gw. Inget Wi, gw udah kasih tau lu. Lu juga mesti cerita abisnya. Si Dana mesti cerita, kayaknya ada cewek baru nih.

Diana menutup telepon sambil tersenyum ke arah Dana. “Ada kabar baru nih. Kamu mau yang mana dulu, kabar aladin atau kabar aladin?”

Dana mengernyitkan alisnya, “kabar aladin?” Dana lalu tertawa, “kabar aladin dulu deh.” Dana kembali mengernyitkan alisnya, seperti bingung. “Kabar aladin dulu.”

“Ternyata, bukan kamu saja yang aladin beruntung.”

“Mama ngomong apaan sih mah? Aladin siapa sih?”

“Ntar sore, Dewi sama lakinya, Jefri, bakalan ngajak si Dewo main kartu, kayak kita semalam.”

Dana tertawa, “Aladin,” katanya sambil mengacungkan jempolnya.

“Kayaknya virus kita mulai menyebar.” Diana mendekati anaknya lalu memeluknya. “Sekarang cerita atau mama paksa kamu.”

“Iya deh, Dana nyerah.” Kata Dana sambil mengajak mamanya duduk di sofa.

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)